Kembali lagi dengan sebuah pendakian. Yang sekian lama direncanakan, akhirnya tiba waktunya juga. Yap... Pendakian Gunung Puntang.
Gunung Puntang ? Banyak orang yang ga begitu tau tentang gunung yang satu ini. Kebanyakan orang yang tau gunung ini adalah orang Bandung, terutama Bandung Selatan. Letak gunung ini berada di Desa Cimaung. Deket sama Kota Banjaran, sebelah selatan Kota Bandung. Untuk sampai kesini, dari Bandung cukup 2x naik angkot. Pertama, naik Banjaran - Tegalega dan turun di alun-alun Kota Banjaran. Kalo sopirnya mau, bisa juga turun di terminal (biasanya sopir ga mau ke terminal karena jalannya macet). Dari terminal Banjaran, dilanjut lagi dengan angkot Banjaran - Gamblok dan turun di depan pintu Bumi Perkemahan Gunung Puntang atau depan sekretariat PGPI (Persaudaraan Gunung Puntang Indonesia). Dari sini, kita ga perlu masuk ke buper. Kita lapor aja ke base camp PGPI. Disana kita cukup isi buku tamu.
Dalam perjalanan saya, saya mulai perjalanan dari base camp jam 11 siang. Lebih cepat 30 menit dari rencana. Waktu itu saya naik sama temen saya, namanya Feisal. Waktu di base camp saya juga sempet ketemu sama 2 orang pendaki lain yang juga mau naik ke puncak. Tapi mereka jalan duluan.
Diawal pendakian, treknya udah langsung nanjak. Ga terlalu trejal, tapi cukup menguras tenaga. Karena udah sebulan lebih ga olahraga, baru naik dikit napas udah berat banget. Beberapa kali kami istirahat, padahal naiknya belum jauh dan ga lama, kami ketemu sama 2 pendaki yang tadi ketemu di base camp. mereka juga lagi istirahat di bawah pohon. Ok, karena punya tujuan yang sama, kami jalan bareng sama 2 orang tadi, namanya Ari dan Agung.
Selama perjalanan kami saling ngobrol. Segala macem diobrolin, itung-itung buat ngurangi rasa capek. Trek dari base camp ke puncak cukup jelas. Banyak tanda yang bertuliskan "Puncak" disertai tanda panah. Selain tulisan, banyak juga string line disepanjang jalur dan sangat jelas karena hampir tidak ada percabangan. Untuk awal pendakian, jalurnnya sedikit pohon. Kayaknya sih pohon-pohonnya baru ditanam lagi. Kelihatan masih kecil-kecil dan tersusun rapi. Terlihat seperti daerah konservasi hutan. Setelah itu, kita baru masuk hutan belantara. Karena kelembaban yang cukup tinggi, tanah disini cukup licin walaupun saat musim kemarau. Sepanjang jalan juga ada beberapa pos untuk istirahat atau mendirikan tenda untuk berkemah.
Selain pos untuk istirahat, ada lokasi juga yang bernama Batu Kereta. Dilokasi ini banyak tersusun batu-batu sebagai jalur pendakian. Istirahat dibebatuan itu pun enak banget. Pemandangannya indah. Pemandangan kota dari atas ketinggian. Setelah lewat Batu Kereta, kami melewati sebuah jalur dimana jalur ini kanan-kirinya jurang. Agak ngeri sih. Kalo meleng dikit, bisa masuk jurang. Setelah lewat jurang, ada sebuah pos. Ada tulisannya "Pos 2. Bangunan 2.". Disini lahannya cukup luas. Bisa untuk mendirikan beberapa tenda. Tapi waktu itu kami ga bangun tenda disana karena udah ada yang nempatin. Ok... Lanjut lagi. Setelah Pos 2, ada lahan yang sedikit lebih kecil bertuliskan "Pos 1. Bangunan 1.". Bisa muat beberapa tenda, tapi kami ga bangun tenda disana karena udah ada yang bangun tenda.
Awalnya hampir mau turun lagi ke Pos 3 yang lokasinya jauh dari puncak, tapi untungnya si Ari tau kalo ada lahan kecil yang muat untuk 2 tenda. Lokasinya deket banget dari puncak. Cuma 3 menit dari puncak. Untuk sampai tempat camp kita harus naik dulu sampai puncak, dari puncak nanti ada jalan setapak yang kecil banget (jarang orang lewat kayaknya), dan sampailah kita ditempat camp. Agak nyempil tempatnya, tapi deket banget sama puncak dan cuma muat 2 tenda. Itu juga ngepas banget.
Kami pun bangun tenda disana dan lanjut dengan acara bobo siang. Perjalanannya cukup melelahkan. Butuh waktu 4 jam buat sampai puncak. Telat 1 jam dari target. Tapi gapapa lah, sampai dengan selamat aja udah bersyukur.
Ga kerasa hari udah gelap. Matahari udah mulai tenggelam dan dinginnya malam mulai menyerang. Hal yang paling ditunggu-tunggu adalah lihat bintang. Karena, kalau lihat bintang dari gunung itu jelas banget karena ga ada polusi cahaya yang mengganggu penglihatan. Dari magrib kami nunggu, bintang-bintang belum muncul juga. Itu karena kabut dan awan yang cukup tebal. Tapi, setelah penantian yang cukup panjang, akhirnya bintang-bintang mulai terlihat. Subhanallah... Indah banget. Jarang banget bisa lihat bintang bertaburan dengan indahnya. Ditambah lagi beberapa kali muncul penampakan bintang jatuh yang menambah keindahan malam. Tapi pertunjukan ga berlangsung lama. Sekitar jam 10 malam awan dan kabut mulai menutup pertunjukan bintang di langit dan memaksa kami untuk mulai tidur di tenda.
Saya satu tenda dengan Feisal dan kami ga pake sleeping bag. Malam terasa dingin banget. Jam 11 malem angin berhembus kencang. Tenda pun terasa mau terbang. Jam 2 pagi pun saya dan Feisal kebangun karena dingin banget. Badan sampai menggigil semua. Kami pun menyalakan kompor untuk mengurangi rasa dingin. Suhu waktu itu sekitar 13 derajat celcius. Hampir sama dengan suhu kulkas dirumah. Setelah dingin berkurang, saya sama Feisal ga lanjut tidur. Kami ngobrol-ngobrol sambil nunggu pagi. Karena ga ada kerjaan, saya dengan Feisal keluar tenda untuk bikin api unggun. Di luar tenda, situasinya cukup parah. Kabut sangat tebal. Jarak pandang pun sangat pendek. Saking tebelnya, kabut itu turun udah kayak gerimis. Tapi karena pingin buat api unggun kami berdua tetep diluar. Feisal bertugas untuk menyusun kayu dan saya bertugas untuk memotong kayu bakar yang ukurannya cukup panjang (kayu dapet nemu dijalan dan disekitar camp). Setelah api nyala, suhu udara ga terlalu dingin lagi. Tapi tetap menggigil. Ya paling engga ga sedingin sebelumnya. Ga kerasa udah subuh. Setelah solat subuh dan leha-leha dikit, kami berempat langsung menuju puncak pukul 05.30 dan ternyata dipuncak udah lumayan penuh dan kami cuma dapet tempat dipinggiran. Ya lumayan lah, yang penting bisa lihat pemandangan.
Pemandangan dari atas puncak luar biasa indah. Lampu-lampu kota terlihat sangat indah. Mata saya pun rasanya ga mau berpaling. Sebuah keindahan yang luar biasa. Ditambah lagi ketika matahari mulai terbit. Kelihatan deretan awan yang tersusun seperti ombak lautan. Inilah yang namanya lautan awan. Meskipun awan-awan lokasinya agak jauh, tapi tetap kelihatan indah banget. Rasanya pingin berlama-lama dipuncak ini. Menikmati sebuah keindahan yang dibuat oleh Tuhan. Mantap lah pokonya.
Ga kerasa udah satu jam nongkrong di puncak. Saya pun kembali ke camp buat sarapan. Sarapan yang sederhana sekali. Cukup mie instan + nasi + wedang jahe + roti manis. Cukup untuk menambah energi untuk turun gunung. Setelah sarapan dan beres-beres, kami turun jam 8 pagi. Lebih cepat 1 jam dari rencana dan sampai base camp PGPI jam 11 siang. Setelah istirahat sejenak, jam 11.45 kami langsung pulang menuju kediaman masing-masing. Menuju tempat tidur masing-masing.
Berikut beberapa foto....
Puncak Mega 2223 mdpl.
Menatap sunrise.
Menatap sunrise.
Saya yang kiri. Feisal kanan.
Jurang. Kalau terperosok lumayan tuh.
Jalan yang tertutup kabut